Authentication
173x Tipe PDF Ukuran file 0.16 MB Source: media.neliti.com
Jurnal Psikologi Undip Vol.15 No.1 April 2016, 43-55 GOAL ORIENTATION DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA LANSIA Dinie Ratri Desiningrum Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Jl. Prof Soedarto, SH, Tembalang, Semarang dn.psiundip@gmail.com Abstract This study aimed to examine the relationship between goal orientation and subjective well-being in the elderly, which includes psychological well-being, emotional well-being and social well-being. The research subjects consisted of 90 elderly from the elderly group Adi Yuswo and Wulandaru Semarang obtained through simple random sampling. The data were obtained using a measuring instrument goal orLHQWDWLRQ LWHPV . .87), psychological well-being (33 LWHPV. .92), social well-being (33 LWHPV. .93), and emotional well-being (18 LWHPV . .95). Measurements were made using Structural Equation Modelling (SEM) with Linear Structural Relations program (lisrel) 8.80. The analysis showed that the model of goal orientation influence on subjective well being appropriate to the research subject. Subject used their own goal orientation to acquire information, knowledge, insight and new experiences through the association that they follow (knowledge related goal) in addition to obtaining emotional well being. Goal orientation then significant influence to form an overall positive evaluation of the self (subjective well-being), particularly to emerge social acceptance and social actualization (social well being) in individuals aside form the psychological well being and emotional well being. Keywords: goal orientation; subjective well being; psychological well being; social well being; emotional well being; elderly. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara goal orientation dan subjective well being pada lansia, yaitu mencakup psychological well being, emotional well being dan social well being. Subyek penelitian terdiri dari 90 lansia dari kelompok lansia Adi Yuswo dan Wulandaru Semarang yang diperoleh melalui simple random sampling. Data diperoleh menggunakan alat ukur goal orientation (18 aLWHP. psychological well being (33 aitem, .= 0,92), social well being (33 aitem. GDQemotional well being (18 aitem. $QDOLVLVGDWD dilakukan dengan menggunakan Structural Equation Modelling (SEM) dengan program Linear Structural Relation (Lisrel) 8.80. Hasil analisis menunjukkan bahwa model pengaruh goal orientation terhadap subjective well being tepat untuk subyek penelitian. Goal orientation pada subyek mengarahkannya untuk memperoleh informasi, ilmu pengetahuan, wawasan dan pengalaman baru melalui perkumpulan yang mereka ikuti (knowledge related goal) selain untuk memperoleh emotional well being. Goal orientation kemudian berpengaruh secara signifikan untuk menumbuhkan suatu evaluasi keseluruhan yang positif terhadap diri (subjective well being) yaitu menumbuhkan penerimaan sosial dan aktualisasi sosial (social well being) pada individu selain membentuk psychological well being dan emotional well being. Kata kunci: goal orientation; subjective well being; psychological well being; social well being; emotional well being; lansia PENDAHULUAN itu akan terdapat lebih dari 900 juta orang berusia di atas 60 tahun, dan dua pertiga Menjadi tua adalah sesuatu yang pasti akan mereka berada di negara berkembang dialami semua orang di dunia ini jika termasuk Indonesia. berumur panjang. Sepanjang tahun 2000, populasi orang tua di dunia tumbuh lebih Dikatakan lagi bahwa dalam abad ke-20 dari 795.000 setiap bulannya (Kinsella & terjadi dua perubahan besar pada daerah- Velkoff, 2001), dan diperkirakan lebih dari daerah di dunia, terdapat orang-orang dua kali lipatnya pada tahun 2025. Pada saat berpendidikan dan mengembangkan ilmu Jurnal Psikologi Undip Vol.15 No.1 April 2016, 43-55 44 Desiningrum pengetahuan dan teknologi, yaitu harapan hidup meningkat hampir dua kali lipat, dan Laporan terkait dengan subjective well being tingkat kesuburan turun secara dramatis. pada lebih dari sejuta orang di 45 negara Akibatnya, populasi yang menua lebih menunjukkan bahwa rata-rata penilaian banyak daripada kelahiran bayi. Ditemukan pribadi secara global atas subjective well dalam satu jurnal, Growing Old or being adalah mengesankan yaitu 6,75 dalam Longevity, para ilmuwan menyebutkan skala 10 angka. Di Jakarta, Indonesia, bahwa tantangan masa depan adalah untuk ditemukan bahwa subjective well being membangun dunia yang responsif terhadap cenderung rendah pada populasi dewasa kebutuhan orang-orang tua (Carstensen, awal, namun cenderung stabil bahkan 2003). meningkat pada populasi dewasa akhir (Ayuningsih, 2007). Masa tua yang sukses sangat didambakan oleh setiap individu yang memasuki usia Semakin sedikit jarak antara keinginan dan dewasa akhir. Kriteria sukses masih terus pencapaian maka semakin tinggi tingkat diperdebatkan oleh banyak ilmuwan kebahagiaan. Meskipun jelas bahwa perkembangan dan bidang lainnya. Teori- seseorang menjadi lebih bahagia ketika teori bermunculan dengan dasar pengertian mereka dapat mencapai tujuan yang mereka tentang "sukses penuaan" yaitu suatu anggap penting, hubungan antara tujuan dan rangkaian perilaku ideal seiring keterbatasan kebahagiaan mencakup area yang lebih luas di usia tua. Psikolog perkembangan daripada sekedar mendapatkan apa yang kita menetapkan sukses di usia tua dengan inginkan. Ketika seseorang menerima adanya optimalisasi perkembangan usia dirinya sendiri dengan cara yang lebih dewasa akhir. positif, mereka akan tampil di hadapan orang lain dengan tingkat kepercayaan diri Patokan atas kesuksesan di usia dewasa dan optimisme tertentu, yang nantinya akan akhir ini adalah kesiapan dalam memasuki membantu terciptanya reaksi positif dari usia lanjut (lansia), ditandai dengan orang lain dan hal itu akan meningkatkan penilaian sejahtera terhadap diri atau kembali harga diri mereka. Penerimaan diri kesejahteraan diri (well-being) (Poulin & secara positif membentuk harga diri yang Silver, 2007). Well being ini lebih dikenal tinggi sehingga membangun relasi dengan subjective well being. Banyak interpersonal yang baik individu dengan dilakukan studi subjective well being di lingkungannya, kesejahteraan dipengaruhi berbagai negara industri barat yang oleh persepsi yang positif terhadap menemukan bahwa sebagian besar orang dukungan sosial yang diterima PHQLODL KLGXS PHUHND ³GL DWDV UDWD-UDWD´ (Desiningrum, 2010). (Seligman, 2002). Di Amerika Serikat dideskripsikan bahwa usia dewasa madya Subjective well being adalah suatu kondisi dan dewasa akhir memiliki ciri khusus sejahtera yang dirasakan individu perihal kebahagiaan, 60% lansia berdasarkan aspek kognisi dan afeksi atau memandang diri mereka sendiri sebagai perasaannya sekaligus, atau terkait dengan ³FXNXS EDKDJLD´ GDQ GHZDVD PDG\D apa yang dinamakan global well being, EHUNDWD EDKZD PHUHND ³FXNXS EDKDJLD´ dinyatakan oleh Keyes & Moe dalam Lopez (Ryff, 2004). Hal ini dikuatkan oleh hasil & Snyder (2003) terdiri dari psychological penelitian yang menemukan bahwa individu well being, social well being dan emotional dewasa akhir (lansia) mengalami emosi well being. negatif yang lebih rendah dibandingkan dengan individu yang lebih muda dalam Sebagai makhluk sosial, individu suatu tugas antisipatif dan consummatory membutuhkan orang lain untuk berinteraksi, (Nielsen, Knutson & Carstensen, 2009). berbagi, dan saling menolong, termasuk para Jurnal Psikologi Undip Vol.15 No.1 April 2016, 43-55 Goal orientation dan subjective well being pada lansia 45 dewasa akhir. Dikaitkan dengan kesuksesan Selektivitas sosioemosional berakar dari di usia dewasa akhir yaitu melalui subjective teori motivasi Maslow (Lang & Carstensen, well being, maka relasi dengan orang lain 2002) yang merupakan suatu dorongan dapat mempengaruhi pula. Relasi dalam diri individu untuk secara selektif merupakan sebuah konteks ketika proses membentuk ukuran dan komposisi jaringan sosialisasi terjadi. Individu menggunakan sosial, lalu memperoleh tujuan (Goal ketrampilan meregulasi emosi dan Orientation) dari jaringan sosial tersebut kompetensi emosional melalui relasinya (Fredrickson & Carstensen, 2001). dengan orang-orang yang signifikan atau orang-orang yang penting baginya (Hartup, Goal Orientation dalam teori Selektivitas 2000). Sosioemosional, memiliki definisi yaitu kemampuan seseorang dalam menetapkan Dilakukan penelitian longitudinal yang tujuan melalui jaringan sosial yang diperoleh dari Journal of Psychology and dipilihnya untuk pemenuhan kebutuhan diri Aging (Carstensen, 2005) melalui individu (Carstensen, 2005). Teori Goal wawancara terhadap 28 perempuan dan 22 Orientation dari Laura Carstensen ini laki-laki dari Child Guidance Study, merupakan salah satu teori yang lahir dari dilakukan selama 34 tahun, kepada mereka psikologi positif perkembangan lansia yang diperiksa dan diberi nilai untuk frekuensi kemudian dikembangkan ke usia dewasa interaksi, kepuasan terhadap hubungan, dan awal dan madya. Maka hal ini berbeda derajat kedekatan emosional dalam 6 jenis dengan teori lain mengenai Goal hubungan. Hasilnya, frekuensi interaksi Orientation seperti menurut Dweck dan dengan kenalan dan teman dekat menurun rekan-rekan. Dweck menerangkan bahwa sejak masa dewasa awal. Frekuensi interaksi goal orientation yang dirumuskan berawal dengan pasangan, keluarga dan saudara dari penelitian yang dilakukannya terhadap kandung meningkat pada masa dewasa anak-anak sekolah dasar yang kemudian akhir, dan kedekatan emosional meningkat dikembangkan pada usia yang lebih tua. sepanjang masa dewasa akhir ini dalam Goal Orientation menurut Dweck hubungan dengan kerabat dan teman dekat. merupakan kemampuan individu dalam Hasil temuan lainnya menunjukkan bahwa mengembangkan dan menguasai individu semakin dekat dengan mitra sosial pengetahuan, keterampilan, dan keahlian, sejalan dengan pertambahan usia. yang disebut sebagai orientasi belajar, dan kemampuan individu dalam menunjukkan Dari seluruh keterangan di atas dapat dan memvalidasi kompetensi yang disebut disimpulkan bahwa salah satu hal yang sebagai orientasi kinerja (Dweck & Elliott, mempengaruhi subjective well being 1983 dalam Yeo & Neal, 2004). seseorang adalah bagaimana ia memaknakan situasi dalam jaringan sosialnya, yaitu Goal orientation dalam teori Selektivitas berkaitan dengan aktivitas individu dalam Sosioemosional, terdiri dari dua aspek: (1) pertemuan-pertemuan atau kegiatan knowledge-related goal, yaitu meliputi organisasi, kualitas dan kuantitas aktivitas bagaimana perolehan pengetahuan, rencana yang dilakukan dan dengan siapa kontak karir, dan perkembangan dari hubungan sosial dilakukan, dan keseluruhannya dapat sosial; (2) emotional-related goal, yaitu memenuhi kebutuhan psikologis individu mencakup regulasi emosi, bagaimana (Pinquart & Sorenson, 2007). Bagaimana menjalin interaksi emosional yang individu memaknakan suatu relasi menyenangkan dengan mitra sosial. Di usia sosioemosional untuk memenuhi kebutuhan dewasa akhir umumnya seseorang lebih psikologisnya dikenal dengan selektivitas dominan memilih emotional related goal sosioemosional (Carstensen, 1995). (Carstensen, Isaacowitz & Charles, 2003). Jurnal Psikologi Undip Vol.15 No.1 April 2016,43-55 46 Desiningrum Usia dewasa akhir cenderung memelihara dengan tujuan berbagi ilmu, pengalaman hubungan sosioemosional dengan jaringan dan menjalani hobi bersama, seperti sosial yang tidak terlalu luas, seperti dengan berolahraga bulutangkis, tenis, senam dan teman sejawat atau dalam satu rentang usia, jalan sehat. Secara rutin para lansia juga misalnya dalam perkumpulan pensiunan, melakukan kegiatan bersama seperti perkumpulan olahraga, arisan dan pengajian, arisan, menyanyi, dan rekreasi ke pertemuan rutin, dan perkumpulan haji lokasi-lokasi dalam dan luar kota. (hasil survei Tanggal 10 Januari 2014). Relasi sosioemosional bagi dewasa akhir Pada studi kasus mengenai lansia, banyak disebut sebagai hubungan yang dapat lansia yang pensiun kemudian sibuk memberi kepuasan, dukungan dan membantu mengurus cucu dan rumah tangga memenuhi kebutuhan emosional. Setelah anak, padahal kegiatan tersebut tidak melakukan observasi terhadap perkumpulan mendayagunakan semua kelebihan dan lansia di Semarang ini, peneliti menilai potensi lansia. Lansia mempunyai terdapat keceriaan, kebahagiaan dan kelebihan, yaitu memiliki banyak kesehatan secara umum (well-being) yang pengalaman kerja, kebijakan dan waktu tampak dari kegiatan mereka yaitu olahraga yang lebih fleksibel. Lansia memiliki di usia yang sudah tidak muda lagi yaitu 60- banyak waktu luang sehingga mempunyai 74 tahun, dan kegiatan-kegiatan dalam lebih banyak waktu untuk mempelajari hal- pertemuan rutin. Wawancara awal dilakukan hal yang belum diketahuinya. Pengetahuan peneliti untuk melihat selektivitas yang baru akan membuat lansia dapat sosioemosional khususnya goal oriented mengikuti perkembangan zaman sehingga dari para pensiunan ini, yaitu cara subyek dapat tetap mandiri di usia lanjut menetapkan tujuan melalui perkumpulan (Silvianingrum, 2012). yang diikutinya bersama seluruh kegiatan di dalamnya, untuk memenuhi kebutuhan diri Berdasarkan hasil wawancara awal di lansia, seperti memperoleh kenyamanan dan lapangan 10 Februari 2014, pada beberapa informasi serta pengalaman baru karena lansia di perkumpulan lansia adi yuswo dan relasi dalam perkumpulan tersebut wulandaru Semarang, diperoleh keterangan merupakan salah satu relasi sosioemosional bahwa terdapat perbedaan kegiatan yang yang dipilih ditinjau dari teori selektivitas dilakukan lansia setelah pensiun. Terdapat sosioemosional. lansia yang enggan untuk bergaul dengan orang lain dan memilih untuk tinggal di Kesimpulan yang dapat diambil dari studi rumah saja sehingga semakin lama ia pendahuluan ini adalah, terdapat gambaran semakin tidak bergaul yang selanjutnya akan umum bahwa subyek dapat memperoleh membentuk keengganan untuk tujuan sosial baik emotional related goal bersosialisasi. Terdapat pula lansia yang maupun knowledge related goal dari hanya menghabiskan waktunya dengan perkumpulan tersebut, dan hal ini berbeda menonton televisi sehingga membuat lansia dengan penelitian yang dilakukan di tersebut menjadi pasif yang akhirnya California (Lockenhoff & Carstensen, menjadi pelupa dan tidak mau bertemu 2008), juga penelitian di USA yang dengan teman-teman sehingga kebutuhan kemudian diulang di Hongkong, Taiwan dan sosial, intelektual, dan spiritual yang China, yang menemukan kecenderungan dimiliki akan menurun. Lansia yang tidak dewasa akhir ini untuk memprioritaskan mau bersosialisasi akan berdampak pada diri emotional related goal (Carstensen, mereka sendiri. Lansia merasa tidak bisa Isaacowitz & Charles, 2003). memberikan sesuatu sehingga ia merasa tidak dibutuhkan oleh orang-orang di Usia dewasa akhir lebih mengutamakan sekitarnya. Kelompok lansia ini berkumpul kepuasan emosi, sehingga mereka lebih Jurnal Psikologi Undip Vol.15 No.1 April 2016, 43-55
no reviews yet
Please Login to review.