Authentication
281x Tipe PDF Ukuran file 0.39 MB
AgronobiS, Vol. 3, No. 5, Maret 2011 ISSN: 1979 – 8245X Penambahan Protein Belut Sawah Pada Pembuatan Edible Film Pati Tapioka Termodifikasi Oleh: Mukhtarudin dan Suyatno Abstract The objective of the research was to produce and to know the edible film characteristic from surimi rice field eel and tapioca combine. The experiment was designed in Factorial Randomized Block Design with surimi of rice field eel concentration and tapioca as the treatment factors and were done in triplicates. The treatment were surimi of rice field eel concentration (4%, 6%, and 8%) and tapioca concentration (1%, 3%, and 5%). The results showed that the modified tapioca starch by using POCl3 not be made edible film for all treatment concentrations as well as the addition of surimi eel rice. One of two main factors that could cause a reference current reasons, that is) 1. The modified tapioca starch had reduced amylose content, this is the cause not the formation of the film matrix. It has been known that the main frame of the edible film is amylose than amylopectin. 2) the excessive warming temperatures will cause water to evaporate quickly before the film matrix. Key words: Edible film, starch, modified, tapioca and eel PENDAHULUAN Pada akhir-akhir ini, penelitian yang mengarah ke perlindungan lingkungan (friendly environment) menjadi perhatian utama dalam segala bidang termasuk teknologi bahan kemasan pangan. Bahan kemasan pangan yang paling banyak digunakan saat ini adalah plastik. Ada beberapa alasan mengapa bahan kemasan ini banyak digunakan, diantaranya adalah: 1) mudah didapat; 2) harga relatif murah, dan; 3) mudah dicetak atau disablon. Namun, plastik mempunyai kelemahan, yaitu: 1) plastik tidak bisa dirombak (non- biodegradable) sehingga dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, dan; 2) plastik dapat mencemari makanan yang dikemasnya karena adanya monomer-monomer penyusun plastik yang dapat terurai dari polimernya sehingga bereaksi dengan makanan dan ini dapat menyebabkan karsinogenik. Dengan demikian, penggunaan bahan kemasan plastik harus dikurangi. Ada beberapa cara yang telah dilakukan dalam mengurangi penggunaan plastik, yaitu pengembangan plastik yang bersifat biodegradable dan pengembangan bahan kemasan pangan yang tidak hanya bersifat biodegradable tapi juga bersifat edible, bahan kemasan ini sering disebut edible film, yaitu lapisan tipis yang melapisi bahan pangan dan aman dikonsumsi. Penelitian tentang edible film telah lama dilakukan oleh para peneliti dengan memanfaatkan bahan baku lokal seperti di Jepang, Amerika Serikat, Thailand dan lain sebagainya. Di Indonesia penelitian ini telah berkembang pesat, seperti penggunaan pati tapioka, pati ganyong, dan pati-pati lainnya. Penggunaan pati tapioka (native starch) diinkorporasi dengan senyawa lain seperti protein, ikatan yang terjadi antara protein dengan pati tidak sempurna karena protein terikat secara acak dan sifatnya tidak stabil sehingga edible film yang dihasilkan sulit untuk memenuhi JIS 1975. Dosen Tetap Prodi Ilmu dan Teknologi Pangan FP UMP 28 Muktaruddin dan Suyatno, Hal ; 28 – 34 AgronobiS, Vol. 3, No. 5, Maret 2011 ISSN: 1979 – 8245X Oleh karena itu, pati tapioka sebelum digunakan harus dimodifikasi terlebih dahulu. Metode yang sesuai pada pembuatan pati termodifikasi dengan tujuan untuk bahan baku edible film adalah metode ikatan silang (cross linking). Ikatan silang akan terjadi antara molekul amilosa dengan amilosa lain dengan menggunakan POCl3, ikatan ini akan membentuk jala tiga dimensi. Dengan terbentuknya jala tiga dimensi ini maka protein akan berikatan dan terperangkap dalam jala tersebut. Selain itu, apabila protein yang digunakan adalah protein yang mempunyai struktur protein fibriler, jenis protein ini berbentuk serabut dan terbentang memanjang sejajar, struktur ini memudahkan protein untuk berikatan dengan ikatan silang yang ada. Protein yang mempunyai struktur fibriler paling banyak terdapat pada protein jenis ikan, seperti belut sawah. Kelebihan ikatan silang adalah matrik yang terbentuk kuat dan protein yang diinkorporasi terperangkap dalam ikatan silang. Hal ini dapat berpengaruh pada karakteristik edible film antara lain dapat menurun laju transmisi uap air (g/m2 hari), Aw edible film lebih rendah, daya adhesi film lebih baik, dan memungkingkan dapat terbentuk ikatan kompleks antara karbohidrat dengan protein pada matrik film sehingga film sulit untuk dirusak oleh mikroorganisme. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian UNSRI Indralaya dan laboratorium POLTEK Negeri Palembang. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret 2010 sampai Nopember 2010. Bahan-bahan yang dipergunakan adalah pati tapioka, POCl , Na SO , gliserol, lilin lebah (beeswax), CMC 3 2 4 dan bahan-bahan kimia untuk analisa. Alat-alat yang dipergunakan adalah blender, ayakan, water bath, oven pengering, pH meter, magnetic stirrer, termometer, neraca, dan desikator. Prosedur kerja penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu sebagai berikut: 1) Pati Termodifikasi (Cross Linking): Natrium sulfat (Na SO ) sebanyak 30g (15% berat 2 4 kering dari pati tapioka) ditambahkan ke dalam 300 ml air destilasi sambil diaduk dengan pengaduk magnetik stirrer skala 3, Setelah larut sempurna ditambahkan pati sebanyak 200g sambil tetap diaduk. NaOH 5% ditambahkan sambil diaduk dengan magnetik stirrer skala 8 untuk mencegah pati tergelatinisasi dan mengatur pH larutan mencapai 10.5 kemudian ditambahkan 10% propilen oxida dan diaduk 30 menit pada suhu ruang. Larutan diinkubasi dengan inkubator shaker pada suhu 40+2ºC (200rpm,24jam). POCl3 sesuai perlakuan, yaitu sebanyak 0.08% (Perlakuan terbaik pada penelitian Yuniar, 2007), ditambahkan sambil diaduk dengan skala 8 menggunakan pengaduk magnetik stirrer selama 30 menit kemudian diinkubasi pada suhu 40+2ºC (200rpm, 2jam), pH larutan diatur 5,5 dengan 10% larutan HCl yang bertujuan untuk menghentikan reaksi. Pati disaring menggunakan kertas Whatman no 4 sambil dicuci dengan air destilasi selama 5 menit. Pengeringan pati dilakukan pada suhu 45ºC selama 6 jam sehingga didapatkan pati dengan kadar air 10-12%. 2) Pembuatan Edible film, yaitu pati tapioka termodifikasi dengan menggunakan POCl3 0,08% disiapkan. Pati dibuat suspensi dalam Beaker gelas sebanyak o (sebagai perlakuan 3%, 4%, dan 5% (b/v). Suspensi pati dipanaskan dengan suhu 70 C menggunakan hot plate sambil diaduk dengan magnetik stirrer, Setelah mencapai gelatinisasi, secara perlahan ditambah dengan surimi belut sawah) dengan perlakuan 2,4, dan 6%(b/v). Penambahan gliserol sebanyak 3% (v/v) dan diaduk selama 5 menit, penambahan tween 80 sebanyak 2% (v/v) diaduk selama 5 menit. Penambahan lilin lebah (beeswax) 3% (b/v) dan diaduk selama 10 menit. Pembuangan gas terlarut (degassing) dalam suspensi pati 75 kpa selama 20 menit, suspensi tersebut dituangkan di atas kaca 29 Muktaruddin dan Suyatno, Hal ; 28 – 34 AgronobiS, Vol. 3, No. 5, Maret 2011 ISSN: 1979 – 8245X berbingkai untuk dicetak dan selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan oven pengering suhu 700C selama 12 jam, Edible film diangkat dari cetakan dan dibungkus dengan plastik kemudian dimasukan dalam desikator selama 24 jam. Edible film siap untuk dianalisa, dan Data diolah dengan menggunakan rancangan percobaan RALF. HASIL DAN PEMBAHASAN Pati Tapioka Termodifikasi Karaterisasi sifat fisik dan kimia pati ini adalah penelitian tahap pertama. Pati ubi kayu yang digunakan dimodifikasi dengan menggunakan senyawa POCl metode ikatan 3 silang (cross linking). Karateristik fisik dan kimia pati ubi kayu murni dan termodifikasi seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Karakteristik Fisik dan Kimia Pati Murni dan Termodifikasi Pati Ubi Kayu Perlakuan Amilosa Posfat Kadar Derajat Kadar Kadar HCN (%) (ppm) Pati (%) substitusi (DS) Air (%) (ppm) Mo 8.92 22.25 43.21 0.0116x10-4 12.76 - Mt 0.04% 7.38 24.84 41.43 0.0130x10-4 13.16 - Mt 0.08% 6.68 27.76 39.18 0.0143x10-4 13.77 - Mt 0.12% 5.74 28.90 36.43 0.0151x10-4 14.83 - Keterangan: Mo = Pati Murni (Tanpa dimodifikasi); Mt 0.04% = Pati Termodifikasi POCl 0.04%; 3 Mt 0.08% = Pati Termodifikasi POCl 0.08%; Mt 0.12% = Pati Termodifikasi POCl 0.12% 3 3 Secara umum kandungan amilosa pati ubi kayu tersebut mengalami penurunan setelah dilakukan proses modifikasi metode ikatan silang (cross linking) dengan menggunakan POCl3. Selain itu, semakin meningkatkatnya konsentrasi POCl3 kandungan amilosa semakin menurun. Hal ini dapat dijelaskan dengan dua alasan, yaitu secara fisik dan secara kimia. Secara fisik molekul amilosa mempunyai afinitas yang lebih tinggi terhadap senyawa POCl3 dibanding amilopektin, karena amilosa adalah molekul yang berbentuk rantai lurus dan gugus fungsional khususnya OH pada atom C-2 yang paling reaktif posisinya lebih terbuka atau lebih mudah terjangkau oleh senyawa POCl3 dibanding dengan amilopektin. Senyawa amilopektin bentuknya bercabang, dengan bentuk ini afinitas POCl3 rendah, karena letak gugus fungsional OH pada posisi tersembunyi atau didalam lipatan cabang. Secara kimia, gugus fungsional OH khususnya pada atom C-2 sangat bebas dan mudah sekali bereaksi dengan senyawa lain karena posisi sangat terbuka dan dibanding gugus fungsional OH atom C-2 pada amilopektin agak lebih sulit, karena rantai cabang akan membentuk ikatan hidrogen antara cabang yang satu dengan yang lain, hal ini yang menyebabkan POCl3 sulit untuk bereaksi dengan OH. Gugus OH yang dapat disubstitusi dengan gugus lain dalam satu unit anhidroglukosa ada empat gugus OH, yaitu gugus OH yang terdapat pada C-2, C-3, dan C-4 (ketiganya merupakan gugus OH sekunder) dan C-6 yang merupakan gugus OH primer. Gugus OH sekunder, terutama gugus OH C-2 lebih reaktif dibandingkan gugus OH primer (Tuschhoff, 1989). Van de Burgt et al (2000) menambahkan bahwa kereaktifan gugus OH C-2 adalah 60-65%, gugus OH C-3 adalah 20% dan gugus OH C-6 adalah 15- 30 Muktaruddin dan Suyatno, Hal ; 28 – 34 AgronobiS, Vol. 3, No. 5, Maret 2011 ISSN: 1979 – 8245X 20%. Substitusi gugus OH pada bagian amilosa lebih tinggi 1.6-1.9 kali (dalam molar substitusi) dibandingkan amilopektin. Amilosa ini berada pada bagian amorf. Gugus OH pada bagian amorf dua kali lebih mudah disubstitusi dengan gugus lain per unit anhidroglukosa dibandingkan dengan amilopektin. Kadar fosfat pada pati murni mengalami peningkatan setelah dimodifikasi dan peningkatan konsentrasi POCl pada proses modifikasi mengakibatkan kadar fosfat pada 3 pati termodifikasi juga semakin meningkat. Peningkatan kadar fosfat ini disebabkan oleh senyawa POCl3 khususnya gugus fosfat berikatan dengan gugus OH yang mengikat gugus OH yang lain dalam bentuk jembatan hidrogen pada molekul pati ganyong. Sehingga jembatan hidrogen dalam molekul pati tersebut akan disubstitusi oleh gugus fosfat. Dengan demikian semakin tinggi konsentrasi POCl ditambahkan maka semakin 3 tinggi kandungan fosfatnya dan semakin banyak jembatan hidrogen yang disubstitusi. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai derajat subtitusi (DS) yang semakin tinggi. Selain itu, gugus fosfat juga dapat berikatan dengan gugus fosfat yang terdapat secara alami dalam pati. Gugus fosfat terdapat secara alami yang terikat dengan atom C6, C2 dan C3 pada satuan glukosa pati dengan rasio yang beragam (Abe et al. 1982). Menurut Thitipraphunkul et al. (2003), Pati ganyong mengandung unsur fosfor 25 mg/100 g pati dan kalsium 25 mg/ 100 g pati, yang berada dalam ikatan ester membentuk pati-fosfat- kalsium sehingga disebut pati-kalsium. Kadar pati ubi kayu mengalami penurunan setelah dimodifikasi dan semakin tinggi konsentrasi POCl3 yang ditambahkan kadar pati semakin menurun. Hal ini disebabkan jembatan hidrogen pada molekul pati disubstitusi oleh senyawa fosfat sehingga terbentuk jembatan fosfat pada molekul pati yang terjadi pada molekul amilosa seperti yang dijelaskan di atas dan jembatan ini apabila dianalisa tidak terdeteksi sebagai senyawa pati dan inilah yang menyebabkan kadar pati semakin turun dengan semakin banyaknya jembatan fosfat yang terbentuk. Kadar air pati kayu mengalami peningkatan setelah proses modifikasi. Hal ini disebabkan proses modifikasi menyebabkan ikatan hidrogen atau jembatan hidrogen bertambah kuat. Jembatan hidrogen adalah ikatan antara molekul H2O dengan molekul HO lain yang merupakan komponen air sehingga semakin kuat ikatan hidrogen maka 2 kandungan air akan semakin sulit untuk diuapkan oleh proses pemanasan. Selain itu, ikatan silang yang terbentuk pada molekul pati dapat memperangkap air. Sehingga, semakin banyak ikatan silang terbentuk maka semakin banyak air yang terperangkap dan hal ini sangat berpengaruh terhadap kadar air pati. Edible Film Pati Tapioka Termodifikasi Pati tapioka termodifikasi dengan menggunakan berbagai konsentrasi POCl3 tidak dapat membentuk edible film dan hal ini sangat berbeda dengan pati tapioka murni. Ada beberapa perubahan proses dalam membentuk edible film pati tapioka, yaitu pertama, menggunakan berbagai konsentrasi pati tapioka termodifikasi mulai dari 4% hingga 7% o dengan pemanasan suhu oven 70 C. Namun hasil yang diperoleh suspensi yang diletakan dalam cawan petri tersebut mengalami pecah dan retak padahal suspensi tersebut belum kering. Pada hasil proses penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pati tapioka termodifikasi tidak dapat membentuk edible film. Ada dua hal yang dapat dijelaskan mengapa hal ini dapat terjadi, yaitu: pertama, pati tapioka termodifikasi mengalami penurunan jumlah amilosa, padahal molekul amilosa merupakan molekul yang sangat krusial perananan dalam membentuk edible film. Seperti dijelaskan bahwa konsep pembentuk edible film 31 Muktaruddin dan Suyatno, Hal ; 28 – 34
no reviews yet
Please Login to review.