Authentication
166x Tipe PDF Ukuran file 0.30 MB Source: dewey.petra.ac.id
2. LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar 2.1.1. Teori Tindakan Beralasan (Theory of Reasoned Action) Theory of Reasoned Action (TRA) pertama kali diperkenalkan oleh Martin Fishbein dan Icek Ajzen pada tahun 1980. Teori ini menghubungkan antara keyakinan (belief), sikap (attitude), kehendak (intention) dan perilaku (behavior). Kehendak atau niat merupakan prediktor terbaik dari perilaku, artinya jika igin mengetahui apa yang dilakukan seseorang, cara terbaik adalah mengetahui kehendak orang tersebut. Konsep penting dalam teori ini adalah fokus perhatian (salience), yaitu mempertimbangkan sesuatu yang dianggap penting. Jogiyanto (2008) yang dikutip oleh Yuliana (2012) menyebutkan bahwa menurut theory of reasoned action, niat merupakan suatu fungsi dari dua penentu dasar, yaitu berhubungan dengan faktor pribadi dan berhubungan dengan pengaruh sosial. Penentu yang berhubungan dengan faktor pribadi adalah sikap terhadap perilaku individual. Sikap adalah evaluasi kepercayaan (belief) atau perasaan (affect) positif atau negatif dari individu jika harus melakukan perilaku tertentu yang dikehendaki. Determinan yang berhubungan dengan pengaruh sosial adalah norma subyektif (subjective norms) dimana norma ini berhuhubungan dengan persepsi normatif persepsian, yaitu persepsi atau pandangan seseorang terhadap tekanan sosial atau kepercayaan orang lain yang akan mempengaruhi niat untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang sedang dipertimbangkan. TRA juga menunjukkan bahwa niat perilaku adalah suatu fungsi dari sikap (attitude) dan norma-norma subyektif (subjective norms) terhadap perilaku. Hal ini berarti bahwa niat seseorang untuk melakukan perilaku ditentukan oleh sikapnya terhadap perilakunya dan bagaimana dia berpikir orang lain akan menilainya jika dia melakukan perilaku tersebut (atau disebut juga dengan norma- norma subyektif). Sikap seseorang dan norma subyektif akan membentuk niat perilaku. Jika digambarkan hubungan antara sikap, norma subyektif, dari niat perilaku adalah sebagai berikut: 10 Universitas Kristen Petra Sikap terhadap perilaku (attitude towards behavior) Niat perilaku (behavior intention) Norma subyektif (subjective norms) Gambar 2.1 Niat Perilaku Sumber: Jogiyanto (2008) 2.1.2 Teori Perilaku Rencanaan (Theory of Planned Behavior) Theory of Planned Behavior merupakan perluasan dari Theory of Reasoned Action. Dalam Teori Tindakan Beralasan dijelaskan bahwa niat seseorang terhadap perilaku dibentuk dua faktor utama yaitu attitude toward the behavior dan subjective norms, sedangkan dalam TPB ditambahkan satu faktor lagi yaitu perceived behavior control. Teori ini menyatakan bahwa banyak perilaku tidak semuanya dibawah kontrol penuh sehingga konsep kontrol perilaku persepsian ditambahkan untuk menangani perilaku semacam ini (Jogiyanto, 2008). Kontrol perilaku adalah persepsi kemudahan atau kesulitan dalam melakukan suatu perilaku. Lo Choi Tung (2011) mengemukakan bahwa kontrol perilaku berkaitan dengan keyakinan tentang ketersediaan dukungan dan sumber daya atau hambatan untuk melakukan suatu perilaku. Dengan penambahan sebuah konstruk ini, yaitu kontrol perilaku persepsian (perceived behavior control), maka bentuk model theory of planned behavior atau TPB sebagai berikut: 11 Universitas Kristen Petra Sikap terhadap perilaku (attitude towards behavior) Norma subyektif Niat perilaku Perilaku (subjective (Behavioral (behavior) norms) Intention) Kontrol perilaku persepsian (perceived behavior control) Gambar 2.2 Theory of Planned Behavior Sumber : Jogiyanto (2008) 2.1.3. Teori Politik Machiavellianisme Paham Machiavelianis diajarkan oleh seorang ahli filsuf politik dari Italia bernama Niccolo Machiavelli (1469-1527). Christie dan Geis (1970) mendefinisikan Machiavellianisme sebagai “sebuah proses dimana manipulator mendapatkan lebih banyak reward dibanding yang dia peroleh ketika tidak melakukan manipulasi, ketika orang lain mendapatkan lebih kecil, minimal dalam jangka pendek.” Dalam penelitian tersebut juga mendeskripsikan kepribadian Machiavellian sebagai kepribadian yang kurang mempunyai afeksi dalam hubungan personal, mengabaikan moralitas konvensional, dan memperlihatkan komitmen ideologi yang rendah, sehingga mempunyai kecenderungan untuk memanipulasi orang lain. Christie (1970) juga mengungkapkan bahwa terdapat tiga hal yang mendasari sifat Machiavellian, yaitu : a. Mendukung taktif manipulatif seperti tipu daya atau kebohongan, b. Pandangan atas manusia yang tidak menyenangkan, misalnya lemah, pengecut, dan mudah dimanipulasi, c. Kurangnya perhatian terhadap moral konvensional. 12 Universitas Kristen Petra Mc Lean dan Jones (1992) dalam Richmond (2001) juga menyebutkan bahwa sifat Machiavellian adalah sebuah stereotip yang umum dari perilaku bisnis. Hal itu didukung dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh Wirtz dan Kum (2004) dalam Shafer dan Simmons (2008) yang menyimpulkan bahwa berdasrakan survei kepada pekerja kantor dan masyarakat umum di Singapura, seseorang dengan tingkat Machiavellianisme tinggi lebih mungkin untuk melakukan penipuan dalam kasus pelayanan jaminan masyarakat. 2.1.4. Skala Mach IV (The Mach IV Scale) Skala Machiavellian ini menjadi proksi perilaku moral yang mempegaruhi perilaku pembuatan keputusan etis (Hegarty dan Sims, 1978 dan 1979 dalam Shafer dan Simmon, 2008). Individu dengan Skala Mach IV yang tinggi dinilai mempunyai kepribadian manipulatif kepada orang lain, dan karena cara pandang mereka adalah goal-oriented bukan person-oriented, maka cenderung lebih berhasil dalam situasi tawar menawar daripada individu dengan Skala Mach IV rendah (Christie dan Geis, 1980 dalam Richmond, 2001). Berdasarkan tulisan Niccolo Machiavelli yang diadaptasi dari The Prince and The Discourses, Skala Mach IV yang asli terdiri dari 71 item. Namun, dalam penelitian ini hanya menggunakan 20 item saja untuk mengidentifikasi sifat Machiavellian. Skor dari 20 item menggunakan 5 poin skala Likert (Skor 5 sangat setuju, skor 3 tidak ada opini dan skor 1 sangat tidak setuju) (Suliani, 2010). 2.1.5. Persepsi Pentingnya Etika dan Tanggung Jawab Sosial (Perceived Role of Ethics and Social Responsibility) Persepsi adalah proses untuk memahami lingkunganya meliputi obyek, orang, dan simbl atau tanda yang melibatkan proses pengenalan (Martadi dan Suranta, 2006 dalan Jiwo, 2011). Sedangkan etika merupakan suatu prinsip moral dan perbuatan yang menjadi landasan bertindak seseorang sehingga apa saja yang dilakukannya dipandang oleh masyarakat sebagai perbuatan terpuji dan meningkatkan martabat dan kehormatan seseorang (Novius dan Sabeni, 2008) Terdapat banyak studi yang menunjukkan bahwa persepsi terkait etika sangat berpnegaruh terhadap sikap yang ditunjukkan oleh perilaku para professional 13 Universitas Kristen Petra
no reviews yet
Please Login to review.