jagomart
digital resources
picture1_Presentasi Usaha 34308 | Bab 1 Item Download 2022-08-10 23-30-07


 193x       Tipe PDF       Ukuran file 0.09 MB       Source: eprints.ums.ac.id


File: Presentasi Usaha 34308 | Bab 1 Item Download 2022-08-10 23-30-07
1 bab i pendahuluan a latar belakang suatu obat harus mempunyai kelarutan dalam air agar manjur secara terapi sehingga obat masuk ke sistem sirkulasi dan menghasilkan suatu efek terapeutik senyawa ...

icon picture PDF Filetype PDF | Diposting 10 Aug 2022 | 3 thn lalu
Berikut sebagian tangkapan teks file ini.
Geser ke kiri pada layar.
                                             1
                            BAB I 
                         PENDAHULUAN 
                         A. Latar Belakang 
               Suatu obat harus mempunyai kelarutan dalam air agar manjur secara terapi 
            sehingga obat masuk ke sistem sirkulasi dan menghasilkan suatu efek terapeutik. 
            Senyawa-senyawa yang tidak larut seringkali menunjukkan absorbsi yang tidak 
            sempurna atau tidak menentu (Ansel, 1985). 
                Absorpsi sistemik suatu obat dari tempat ekstravaskular dipengaruhi oleh 
            sifat-sifat fisikokimia produk obat. Untuk obat-obat yang mempunyai kelarutan 
            kecil dalam air, laju pelarutan seringkali merupakan tahap yang paling lambat, 
            oleh karena itu mengakibatkan terjadinya efek penentu kecepatan terhadap 
            bioavailabilitas obat (Shargel dan Yu, 2005).  
               Kenyataan tersebut mengakibatkan perlu dilakukan beberapa usaha untuk 
            meningkatkan kecepatan pelarutan bagi obat-obat yang mempunyai sifat kelarutan 
            yang kurang baik di dalam air. Banyak bahan obat yang memiliki kelarutan dalam 
            air yang rendah atau dinyatakan praktis tidak larut, umumnya mudah larut dalam 
            cairan organik. Suatu peningkatan konsentrasi jenuh (perbaikan kelarutan) dapat 
            dilakukan melalui pembentukan garam, pemasukan grup hidrofil atau dengan 
            bahan pembentukan misel (Martin dkk., 1993). Metode tersebut dapat digunakan 
            secara individual maupun secara kombinasi (Martin dkk., 1993).  
               Hidroklortiazida diturunkan dari klortiazida yang dikembangkan dari 
            sulfanilamida. Resorpsinya dari usus sampai 80 % dengan t ½ 6-15 jam, sehingga 
                                             2
            dapat dikatakan absorbsinya kurang baik Ekskresinya terutama lewat kemih 
            secara utuh (Tjay dan Rahardja, 2002). Hidroklortiazida merupakan salah satu 
            obat yang banyak digunakan sebagai diuretik yang sifat kelarutannya adalah 
            praktis tidak larut (Anonim, 1979). 
               Polisorbat 80 atau yang lebih dikenal sebagai tween 80 merupakan salah 
            satu surfaktan yang dapat digunakan sebagai zat pengemulsi, surfaktan non ionik, 
            zat penambah kelarutan, zat pembasah, dan zat pensuspensi (Rowe dkk, 2003). 
            Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi tween 20 dapat 
            meningkatkan kelarutan Pentagamavunon-1 (PGV-1) (Zubaidhah, 2006). 
               Dari uraian di atas, dilakukan upaya peningkatan kelarutan hidroklortiazida 
            dengan penambahan surfaktan tween 80. Dengan upaya peningkatan kelarutan 
            diharapkan absorbsi obat tersebut di dalam tubuh akan lebih baik. 
                        B. Perumusan Masalah 
               Bagaimanakah pengaruh penambahan tween 80 terhadap kelarutan 
            hidroklortiazida ? 
                         C. Tujuan Penelitian 
               Untuk mengetahui pengaruh penambahan tween 80 sebagai surfaktan 
            terhadap kelarutan hidroklortiazida. 
                                                                                                                       3
                                                                D. Tinjauan Pustaka 
                                1.  Kelarutan 
                                      Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah 
                                zat dalam bagian tertentu pelarut, kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa 1 
                                bagian bobot zat padat atau 1 bagian volume zat cair larut dalam bagian volume 
                                tertentu pelarut. 
                                      Kelarutan juga didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi 
                                zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu. Kelarutan suatu senyawa 
                                tergantung pada sifat fisika kimia zat pelarut dan zat terlarut, temperatur, pH 
                                larutan, tekanan untuk jumlah yang lebih kecil tergantung pada hal terbaginya zat 
                                terlarut. Bila suatu pelarut pada temperatur tertentu melarutkan semua zat terlarut 
                                sampai batas daya melarutkannya larutan ini disebut larutan jenuh (Martin dkk, 
                                1993). 
                                               Tabel 1. Istilah Perkiraan Kelarutan (Martin dkk, 1993) 
                                            Istilah                Bagian Pelarut yang dibutuhkan untuk  
                                                                            1 Bagian Zat Terlarut 
                                     Sangat mudah larut                      Kurang dari 1 bagian 
                                     Mudah larut                              1 sampai 10 bagian 
                                     Larut                                   10 sampai 30 bagian 
                                     Agak sukar larut                       30 sampai 100 bagian 
                                     Sukar larut                           100 sampai 1.000 bagian 
                                     Sangat sukar larut                  1.000 sampai 10.000 bagian 
                                     Praktis tidak larut                   lebih dari 10.000 bagian 
                                                                                          4
                             Proses pelarutan suatu bahan dapat digambarkan terjadi dalam 3 tahap 
                        (Martin dkk, 1993), tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut : 
                        1.  Tahap pertama menyangkut pemindahan suatu molekul zat dari zat terlarut 
                        atau pelepasan satu molekul dari kristal solut pada temperatur tertentu. Kerja yang 
                        dilakukan dalam memindahkan satu molekul dari zat terlarut sehingga dapat lewat 
                        ke wujud uap membutuhkan pemecahan ikatan antar molekul-molekul berdekatan. 
                        Proses pelepasan ini melibatkan energi sebesar 2W  untuk memecah ikatan antar 
                                                                  22
                        molekul yang berdekatan dalam kristal. Tetapi apabila molekul melepaskan diri 
                        dari fase zat terlarut, lubang yang ditinggalkan tertutup, dan setengah dari energi 
                        diterima kembali, maka total energi dari proses pertama adalah W .
                                                                             22
                        2.  Tahap kedua menyangkut pembentukan lubang dalam pelarut yang cukup 
                        besar untuk menerima molekul zat terlarut. Energi yang dibutuhkan pada tahap ini 
                        adalah W11. Bilangan 11 menunjukkan bahwa interaksi terjadi antar molekul 
                        solven. 
                        3.  Tahap ketiga molekul zat terlarut akhirnya ditempatkan dalam lubang 
                        pelarut. Lubang dalam pelarut 2 yang terbentuk, sekarang tertutup. Pada keadaan 
                        ini, terjadi penurunan energi sebesar – W , selanjutnya akan terjadi penutupan 
                                                           12
                        rongga kembali dan kembali terjadi penurunan energi potensial sebesar – W ,
                                                                                         12
                        sehingga tahap ketiga ini melibatkan energi sebesar – W . Interaksi solut – solven 
                                                                      12
                        ditandai dengan 12. Ketiga tahap proses tersebut secara sederhana dapat 
                        digambarkan sebagai berikut : 
Kata-kata yang terdapat di dalam file ini mungkin membantu anda melihat apakah file ini sesuai dengan yang dicari :

...Bab i pendahuluan a latar belakang suatu obat harus mempunyai kelarutan dalam air agar manjur secara terapi sehingga masuk ke sistem sirkulasi dan menghasilkan efek terapeutik senyawa yang tidak larut seringkali menunjukkan absorbsi sempurna atau menentu ansel absorpsi sistemik dari tempat ekstravaskular dipengaruhi oleh sifat fisikokimia produk untuk kecil laju pelarutan merupakan tahap paling lambat karena itu mengakibatkan terjadinya penentu kecepatan terhadap bioavailabilitas shargel yu kenyataan tersebut perlu dilakukan beberapa usaha meningkatkan bagi kurang baik di banyak bahan memiliki rendah dinyatakan praktis umumnya mudah cairan organik peningkatan konsentrasi jenuh perbaikan dapat melalui pembentukan garam pemasukan grup hidrofil dengan misel martin dkk metode digunakan individual maupun kombinasi hidroklortiazida diturunkan klortiazida dikembangkan sulfanilamida resorpsinya usus sampai t jam dikatakan absorbsinya ekskresinya terutama lewat kemih utuh tjay rahardja salah sa...

no reviews yet
Please Login to review.