Authentication
278x Tipe DOC Ukuran file 0.76 MB Source: rs-amino.jatengprov.go.id
Jurnal Buletin Kesehatan Jiwa Volume 1 No 2, Hal 1 – 4, Oktober 2021 RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah RELAKSASI TARIK NAFAS DALAM PADA PASIEN POST OPERASI SECTIO CAESAREA By Sunarno, S.Kep, Ners. Pelayanan kesehatan yang terstandar di kamar operasi, diharapkan mampu mengurangi angka kematian, kecacatan, maupun infeksi. Standarisasi ini perlu memperhatikan peningkatan mutu dan penilaian secara terus menerus, sehingga di perlukan tindakan penyempurnaan secara kontinu. Tindakan pembedahan atau tindakan operasi merupakan tindakan yang menimbulkan stress. Orang yang mengalami pembedahan mempunyai resiko integritas atau kebutuhan tubuh terganggu, bahkan mempunyai kemungkinan untuk menjadi ancaman kehidupan. Pelayanan keperawatan profesional di kamar operasi meliputi kegiatan pemenuhan kebutuhan dasar manusia secara komprehensif, meliputi kebutuhan fisiologis, psikologis dan keadaan sosial pasien. Koordinasi setiap lini ilmu pengetahuan sangat diperlukan untuk mendukung berjalannya setiap kegiatan operasi atau pembedahan, sehingga kebutuhan dasar manusia, kesejahteraan, dan keselamatan pasien akan terpenuhi sebelum, selama dan setelah tindakan operasi. Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani dan pada umumnya dilakukan dengan membuat sayatan serta diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Sayatan atau luka yang dihasilkan merupakan suatu trauma bagi penderita dan ini bisa menimbulkan berbagai keluhan dan gejala. Tindakan pembedahan (surgery) adalah suatu interaksi atau hubungan yang sangat khusus antara provider kesehatan (team work) dengan pasien dan keluarganya dalam upaya menyelamatkan atau meningkatkan kualitas hidup pasien, dengan cara pembedahan anggota tubuh pasien, dimana potensial konflik sangatlah besar (Brunner dan Suddarth.2002). Sectio caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gram, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Angka kejadian Sectio caesarea meningkat pesat dalam 20 tahun terakhir, terutama dikota- kota besar di Indonesia. Laporan tahunan bagian obsestri dan ginekologi, disebutkan Jurnal Buletin Kesehatan Jiwa Volume 1 No 2, Hal 1 – 4, Oktober 2021 RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah bahwa angka kejadian persalinan Sectio caesarea di rumah sakit pendidikan tahun 2006 adalah 790-3.541 persalinan (Chalik, T,M,A, 2010). Akibat dari prosedur pembedahan pasien akan mengalami gangguan rasa nyaman nyeri. Nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan (Perry & Potter, 2005). Data World Health Organization (WHO) Diperkirakan setiap tahun ada 230 juta operasi utama dilakukan di seluruh dunia, satu untuk setiap 25 orang hidup (Haynes, et al. 2009). Seseorang dapat belajar menghadapi nyeri melalui aktivitas kognitif dan perilaku, seperti distraksi, guided imagery dan banyak tidur. Individu dapat berespon terhadap nyeri dan mencari intervensi fisik untuk mengatasi nyeri, seperti analgesik, masase, dan olahraga (Kozier, et al., 2009). Gerakan tubuh dan ekspresi wajah dapat mengindikasikan adanya nyeri, seperti gigi mengatup, menutup mata dengan rapat, wajah meringis, merengek, menjerit dan imobilisasi tubuh (Kozier, et al., 2009). Penanganan nyeri dengan melakukan teknik relaksasi merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengurangi nyeri. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa relaksasi nafas dalam sangat efektif dalam menurunkan nyeri pasca operasi (Sehono, 2010). Teknik relaksasi dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri. Teknik relaksasi terdiri atas nafas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernafas dengan perlahan dan nyaman (Smeltzer et al., 2010). Menurut teori tentang persepsi nyeri individu yang berbeda-beda dalam hal skala dan tingkatannya dijelaskan oleh Musrifatul dan Hidayat (2011), yang menyatakan bahwa nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan. Sifatnya sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. Hal ini dibuktikan oleh Ernawati dkk (2009) dalam penelitian sebelumnya pada mahasiswi Universitas Muhammadiyah Semarang bahwa nyeri dismenore sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas dalam sebagian besar, pada skala 2 (nyeri sedang) sebanyak 31 orang (62,0%), Jurnal Buletin Kesehatan Jiwa Volume 1 No 2, Hal 1 – 4, Oktober 2021 RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah skala 3 (nyeri menderita) 10 orang (20,00%) sedangkan yang terendah skala 1 (nyeri ringan) sebanyak 9 orang (18,0%). Menurut Bare dan Smeltzer (2002) teknik relaksasi nafas dalam bertujuan untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasis paru, meningkatkan efisiensi batuk, mengurangi stres baik stres fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan kecemasan. Langkah-langkah Teknik Relaksasi Nafas Dalam (Potter dan Perry, 2005) 1. Atur posisi pasien dengan posisi duduk ditempat tidur atau dikursi 2. Letakkan satu tangan pasien diatas abdomen ( tepat bawah iga) dan tangan lainnya berada di tengah-tengah dada untuk merasakan gerakan dada dan abdomen saat bernafas 3. Keluarkan nafas dengan perlahan-lahan 4. Tarik nafas dalam melalui hidung secara perlahan-lahan selama 4 detik sampai dada dan abdomen terasa terangkat maksimal, jaga mulut tetap tertutup selama menarik nafas 5. Tahan nafas selama 3 detik 6. Hembuskan dan keluarkan nafas secara perlahan-lahan melalui mulut selama 4 detik 7. Lakukan secara berulang dalam 5 siklus selama 15 menit dengan periode istirahat 2 menit ( 1 siklus adalah 1 kali proses mulai dari tarik nafas, tahan dan hembuskan). Efektifitas lama pelaksanaan relaksasi nafas dalam untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal, berdasarkan hasil penelitian Hendraman (2010). Sebaiknya teknik relaksasi nafas dalam yang dilakukan secara berulang dengan benar dan dengan pendekatan secara relegius, sehingga dapat merangsang rasa nyaman, yang pada akhirnya akan meningkatkan toleransi persepsi dalam menurunkan rasa nyeri yang dialami. Jika seseorang mampu meningkatkan toleransinya terhadap nyeri maka seseorang akan mampu beradaptasi dengan nyeri, dan juga akan memiliki pertahanan diri yang baik pula.
no reviews yet
Please Login to review.