Authentication
218x Tipe DOCX Ukuran file 0.07 MB Source: saipudinikhwan.files.wordpress.com
BAB I. PENDAHALUAN A. Latar belakang Manusia merupakan makhluk yang tidak akan bisa hidup tanpa berkomunikasi dengan yang lain. Karena setiap kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan itu dimulai dengan sebuah komunikasi. Sehingga kita dianjurkan untuk bisa berkomunikasi dengan baik dan benar, oleh sebab itu hal-hal yang mengenai berkomunikasi harus kita ketahui dan kita pelajari Mata kuliah Etika Filsafat Komunikasi merupakan salah satu mata kuliah yang sangat penting dalam jurusan ilmu komunikasi. Dan mahasiswa harus memahami dari setiap materi-materi yang diajarkan di Etika Filsafat Komunikasi, termasuk pembahasan mengenai privasi dalam etika filsafat komunikasi dan konfidensialitas dan kepentingan umum.. Dan salah satu yang melatar belakangi penulis menyusun makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing demi kelncaran proses perkuliahan.dan untuk itu kami mempelajari dan memahami materi ini untuk dipresentasikan di depan kelas. Rumusan masalah Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah: 1. Bagaimana privasi dalam pandangan etika filsafat komunikasi? 2. Bagaimana seharusnya etika dalam privsi? 3. Bagaimana menjaga konfidensialitas narasumber? 4. Apa hubungan konfidensialitas dengan kepentingan umum? B. Tujuan 1. Menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing 2. Memahami privasi dan konfidensialitas 3. Mengetahui privasi dan konfidensialitas dalam pandangan etika filsafat komunikasi C. Manfaat Manfaat dari penulisan makalah ini adalah kita lebih mengetahui tentang privasi dan konfidensialitas itu sendiri dengan demikian kita mengetahui apa-apa saja yang boleh kita komunikasikan ke publik dan apa-apa saja yang tidak boleh kita komunikasikan ke publik untuk kelancaran kita dalm berkomunikasi. Selain itu makalah ini juga dapat dijadikan bahan diskusi dan bahan referensi dalam mengerjakan tugas-tugas yang berkenaan tentang sterotip atau menggunakan bahan ini untuk persiapan ujian akhir semester mata kuliah etika filsafat komunikasi. BAB II. PEMBAHASAN KAMIS 2 Februari 2007 lalu, bukan merupakan hari baik bagi aktor tiga zaman, Wicaksono Abdul Salam (56) yang lebih beken dengan nama Roy Marten. Pasalnya, ia kedapatan memiliki 2,6 gram sabu di rumah seorang temannya di Ulujami, Pisangan, Jakarta Selatan. Roy lantas digelandang ke Polda Metro Jaya. Statusnya berubah dari saksi menjadi tersangka. Sepanjang Jumat, media--khususnya televisi--seakan tak henti menyiarkan perkembangan kasus ini. Hampir semua program berita, melanjutkan penelisikan kasus kepada pihak kepolisian, saksi, tokoh masyarakat di tempat Roy ditangkap, hingga keluarga aktor peraih penghargaan FFI tahun 1977 itu. Namun, tidak demikian halnya dengan tayangan khusus selebriti--infotainment. Penelisikan dilanjutkan kepada Ketua PARSI Anwar Fuady, dan pengacara Ruhut Sitompul. Situs www.detikhot.com, Jumat (3/2/07) melansir pernyataan Anwar. "Sudah menjadi komitmen PARSI sejak awal bahwa setiap anggota yang terlibat narkoba tidak akan kami bela. Untuk apa juga didampingi. Walaupun dia teman saya sendiri, tapi saya tak bisa berbuat apa-apa," ungkap Anwar. Pun, Ruhut Sitompul, dalam sebuah program infotainment yang tayang kemarin, ia menegaskan bahwa dirinya akan menjenguk Roy Marten sebagai tanda keprihatinannya, dalam kapasitasnya sebagai seorang laki-laki. Kedua tokoh ini diminta pendapatnya berkenaan dengan kabar pertikaian yang melanda Anwar dan Roy. Ruhut--teman Anwar--datang membela. Situs www.detikhot.com, bahkan terang-terangan melansir dugaan terkaitnya penangkapan Roy dengan pertikaian antarkeduanya. "Tak sedikit orang yang mengira penangkapan tersebut merupakan 'hasil karya' Anwar Fuadi, Ketua Umum PARSI yang belum lama ini bersitegang dengan Roy," lansirnya. Hal yang patut dicatat, adanya unsur opini di sini. Situs itu lantas melakukan proses verifikasi pada kedua nara sumbernya. Masih perlu dicatat, langkah ini termasuk proses jurnalistik. * * Mengapa sisi pribadi perlu diungkap dalam sebuah infotainment? Bahkan isu ataupun gosip sering mejadi bahan informasi yang akhirnya diberitakan melalui tayangan televisi itu. Humas SCTV Budi Darmawan, salah seorang pembicara dalam "Dialog Publik Fenomena dan Dampak Jurnalisme Gosip" yang digelar Forum Mahasiswa Pascasarjana Eksekutif Fikom Unpad, mengatakan, isi program infotainment berkisar antara kisah kabar terbaru, kehidupan, asmara dan kasus. Dalam sebuah survei yang dilakukan di Jakarta, Surabaya, Medan, Semarang, Bandung, Makassar, Yogyakarta, Palembang, dan Denpasar, ada kategori Top 30 Infotainment Programs. Artinya, di luar sana ada lebih banyak lagi program acara infotainment yang menjadi konsumsi publik sehari-hari. Mengutip pendapat ahli--Prof. Deddy Mulyana, M.A., Ph.D. yang juga hadir sebagai pembicara mengatakan--gosip merupakan pesan atau selentingan yang pada dasarnya disukai orang karena memenuhi naluri primitif manusia, yaitu untuk tertarik pada misteri, drama, konflik, dan sensualitas. Menurut Budi, pencarian berita tentang selebriti yang dilakukan pekerja infotainment tetap menyerupai wartawan pada umumnya. Mereka juga menerapkan pencarian fakta berdasarkan 5W+H, tapi dengan materi yang berbeda. H. M. Ridlo Eisy sebagai praktisi media menanggapinya dengan berbeda. "Gosip itu materinya menggunjingkan orang lain meskipun sesuai fakta," ujarnya.* * Deddy yang merupakan Guru Besar Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran mengungkapkan, budaya Indonesia yang bersifat kolektif dan paternalistik melatarbelakangi kebiasaan untuk mengidolakan orang lain yang lebih berkuasa atau lebih terkenal. "Bandingkan dengan budaya bangsa Belanda atau negara di kawasan Skandinavia yang masyarakatnya lebih egaliter. Di Belanda, prestasi-yang ahirnya melahirkan pengidolaan-diukur berdasarkan lingkungan kehidupan dan hubungan manusia alih-laih kekuasaan, kekayaan, atau popularitas" paparnya. Budaya itu akhirnya menghasilkan dampak yang luas. Dalam berita tentang konflik suami-istri dalam infotainment, misalnya. Menurut Deddy, tidak ada jaminan bahwa apa yang diucapkan seseorang akan ditangkap dengan cermat oleh media massa. Laporan atau komentar media massa yang mungkin menyimpang akan dipersepsikan semakin menyimpang oleh salah satu pihak yang berkonflik, dan akan ditangkap semakin menyimpang oleh pihak lainnya. Infotainment atau tayangan gosip pun erat dengan penjulukan bagi seseorang yang digosipkan. Jika seorang selebriti dijuluki "Ratu Ekstasi", "Anak Durhaka", atau "Mengguna- gunai", maka apa pun yang dilakukan orang yang bersangkutan akan diinterpretasikan berdasarkan julukan tersebut. Ingin berkomentar dengan amarah atau diam saja karena isu itu tidak benar, tetaplah khalayak patuh pada penjulukan yang sudah dilakukan infotainment. Ya, bahasa memang tidak netral. Itu diakui juga oleh Deddy. "Narasi pada infotainment telah menghubungkan peristiwa sebenarnya dengan khalayak. Narasi tidak sekadar menyampaikan, melainkan juga menciptakan makna," ucap Deddy. Apa pun teori komunikasi yang berkembang, menurut Deddy proses komunikasi massa pada praktiknya tetap linear. Menurut dia, medialah yang selalu memutuskan apa yang didapat khalayaknya. Karenanya, sudah sewajarnya menjadi tugas media massa untuk membuat program yang lebih konstruktif untuk masyarakat. PENGERTIAN PRIVASI Penggusuran nilai privasi oleh media tidak hanya terjadi di dalam negeri. Di AS misalnya, beberapa kasus pernah mencuat soal eksploitasi nilai privat oleh media. Tahun 2000, televisi NBC menyiarkan secara detil proses screening tes kanker payudara. Juga pada tahun yang sama, televisi ABC menyiarkan secara langsung seorang wanita menjalani proses persalinan. Media cetak pun tak mau ketinggalan, pada saat kasus Clinton mencuat, media di AS bahkan menjelaskan secara detil pengakuan sumber tentang penggambaran penis sang presiden, bahkan dalam bentuknya ketika organ tersebut "in action". Menurut Louis Alvin Day dalam bukunya yang berjudul "Etics in Media Communication, [2006:132], mengatakan bahwa Invasi privasi oleh media meliputi spektrum yang luas, mulai dari reporter, hingga pengiklan. Pengiklan mengubah persoalan etik menjadi persoalan ekonomi. Dalam kondisi persaingan media yang makin ketat, proses invasi tersebut
no reviews yet
Please Login to review.