Authentication
218x Tipe DOCX Ukuran file 0.38 MB Source: konteks.web.id
Konferensi Nasional Teknik Sipil 15 1 Semarang, 20 – 21 Oktober 2021 ANALISIS PERBANDINGAN DAMPAK PANDEMI COVID-19 PADA KONTRAKTOR BERSKALA BESAR DAN KECIL DI KOTA JABODETABEK Felix Hidayat1, Nathaniel Wijaya 2, Muchammad Sarwono Purwa Jayadi2 1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Katolik Parahyangan, Jl. Ciumbuleuit no. 94 Bandung. Email: hidayat @ unpar .ac.id 2 Alumni Jurusan Teknik Sipil, Universitas Katolik Parahyangan, Jl. Ciumbuleuit no. 94 Bandung. ABSTRAK Pandemi COVID-19 memiliki dampak yang besar bagi industri jasa konstruksi, khususnya bagi para pihak kontraktor pelaksana. Berbagai permasalahan muncul di lapangan, mulai dari penghentian proyek konstruksi hingga harga material yang melambung tinggi, sehingga para kontraktor sulit untuk mengendalikan kondisi keuangan mereka. Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan pemberlakuan protokol kesehatan menjadi tanggung jawab baru bagi para kontraktor. Hal tersebut berdampak pada penambahan beban pengeluaran proyek. Kontraktor berskala besar dan kecil memiliki tantangannya masing-masing dalam menghadapi keadaan ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan dampak dari COVID-19 pada kontraktor berskala besar dan kontraktor berskala kecil di kota Jabodetabek. Dampak yang diteliti adalah penurunan jumlah proyek, keterlambatan proyek, dan pembengkakan biaya proyek. Data diperoleh dengan cara pengisian survei kuesioner kepada 32 (tiga puluh dua) responden kontraktor besar dan 31 (tiga puluh satu) responden kontraktor kecil. Data dianalisis menggunakan program statistik dan diuji validasi reliabilitasnya. Selanjutnya data tersebut dianalisis secara deskriptif mean dan diuji perbedaannya dengan analisis independent T-Test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontraktor besar memiliki permasalahan utama pada penundaan pelaksanaan proyek, permintaan perpanjangan waktu pelaksanaan proyek konstruksi, dan keterlambatan memulai pembangunan proyek. Sedangkan pada kontraktor kecil, permasalahan utamanya adalah pengentian sementara proyek, peningkatan pengeluaran biaya akibat protokol kesehatan, dan hambatan izin dari pemerintah. Berdasarkan hasil independent T-Test, secara umum tidak ada perbedaan faktor, namun dari sisi indikatornya terdapat perbedaan diantara kedua skala kontraktor tersebut yaitu penundaan pelaksanaan proyek yang belum dimulai, penggantian material yang bersifat impor karena keterbatasan akomodasi, keterlambatan ketersediaan material dari luar kota akibat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), ketersediaan peralatan alat berat karena keterbatasan suku cadang yang harus diimpor, dan kenaikan harga sewa peralatan akibat pandemi. Kata kunci: dampak, COVID-19, perbandingan, kontraktor besar, kontraktor kecil. 1. PENDAHULUAN Pandemi COVID-19 telah memberikan dampak yang sgnifikan bagi dunia bisnis konstruksi, mulai dari masalah keterlambatan hingga masalah peningkatan biaya (Wasono, 2020). Selain itu pandemi juga telah mengakibatkan penurunan daya beli konsumen sehingga berbagai pihak mengalami kerugian yang cukup besar. Data menunjukkan bahwa pertumbuhan nilai indeks konstruksi mengalami penurunan dari 4.9% menjadi 2,1% pada tahun 2020 (Pratomo, 2020). Penurunan indeks konstruksi ini disebabkan oleh banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh proyek, mulai dari pengalihan anggaran untuk penanganan COVID-19, keterbatasan sumber daya, dan keadaan lainnya. Permasalahan tersebut umumnya dihadapi oleh kontraktor pelaksana (skala kecil, menengah, maupun besar), karena sumber daya terbesar dari suatu proyek ada pada fase pelaksanaan konstruksi. Karena dampak pandemi ini, kontraktor besar dan kontraktor kecil sama-sama mengalami kerugian yang cukup signifikan. Kontraktor besar yang menangani proyek-proyek pemerintah dan juga proyek besar perlu memberlakukan protokol kesehatan yang ketat sehingga perlu mengeluarkan biaya tambahan (Yasa, 2020). Sedangkan kontraktor kecil yang menangani proyek-proyek pembangunan rumah atau renovasi kecil mulai kehilangan omset karena berkurangnya pasokan bahan baku material dan peraturan lingkungan yang mengharuskan penghentian pembangunan guna menekan angka penyebaran virus (Yasa, 2020). Pada kontraktor besar yang menangani proyek besar memiliki hambatan investasi dari pemerintah karena dana APBN banyak dialokasikan untuk penanganan COVID-19. Dana yang mayoritas berasal dari negara merupakan dana untuk mengerjakan proyek-proyek negara, bukan dana pribadi dari kontraktor sendiri. Karena itu proyek mengalami keterlambatan dengan alasan yang cukup kompleks (Bahfein, 2020). Keterlambatan proyek, penurunan jumlah proyek karena keadaan pasar lesu (Wirawan, 2020), dan pembengkakan biaya proyek karena keterlambatan (Bakhtiyar, 2012) menjadi faktor-faktor yang paling menimbulkan masalah bagi pelaku konstruksi (Pratama, 2020). Ketiganya saling berkaitan karena masih dalam satu lini masa yang sama dan saling ketergantungan satu sama lain. Keterlambatan proyek diakibatkan karena pengiriman bahan material yang berasal dari luar provinsi dan juga protokol kesehatan yang memerlukan yang dana tidak sedikit. Penurunan jumlah proyek terjadi karena keterlambatan pada proyek- proyek yang belum selesai dan juga modal dari pemerintah yang dialihkan karena urgensi pandemi (Jannah, 2020). Pembengkakan biaya terjadi karena karantina wilayah masing-masing provinsi yang membuat pasokan terlambat datang dan pemberlakuan protokol kesehatan sehingga perlu ada biaya tambahan yang cukup besar (Pratama, 2020). Pandemi COVID-19 memberikan dampak yang sangat signifikan kepada kontraktor besar maupun kontraktor kecil. Oleh karena itu, maka menarik untuk dibahas lebih lanjut mengenai hal tersebut. Faktor-faktor yang dapat dianalisis adalah keterlambatan proyek, penurunan jumlah proyek, dan juga pembengkakan biaya proyek. Tujuan dari paper ini adalah menganalisis perbandingan dampak COVID-19 pada kontraktor besar dan kontraktor kecil dalam hal keterlambatan, penurunan jumlah, dan pembengkakan biaya proyek. 2. DAMPAK COVID-19 PADA DUNIA KONTRUKSI COVID-19 yang melanda Indonesia memberikan dampak yang sama pada kontraktor seperti pengusaha lain. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang lebih mengutamakan penanganan COVID-19 membuat para pelaku konstruksi kehilangan dana dari pemerintah. Dalam skala besar, Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR menyatakan pemotongan anggaran infrastruktur akan dilakukan untuk penanggulangan COVID-19 (Novika, 2020). Untuk wilayah dengan zona merah positif COVID-19 diberlakukan penghentian pekerjaan sementara. Hal ini dilakukan demi pencegahan penularan virus yang dapat menjangkit para pekerja dilapangan maupun dikantor. Peningkatan biaya pelaksanaan juga terjadi karena kendala mobilisasi material bahan, peralatan proyek, dan juga tenaga kerja. Dampak dari keterlambatan ataupun penghentian sementara proyek adalah timbulnya potensi sengketa proyek. Untuk progres dari pembangunan infrastruktur hanya 43% dari total proyek yang berjalan dengan baik. (Novika, 2020). Masalah pada kontrakor kecil juga menyerupai seperti kontraktor besar. Masalah utama yang timbul adalah kendala proyek untuk mendapatkan financial close. Financial close merupakan tahapan penandatanganan perjanjian pinjaman/kredit dan telah mendapatkan pencairan dana. Maslah lainnya adalah keterlambatan proyek karena terbatasnya ruang gerak masyarakat pada proyek, dan pelaksanaan proyek sesuai schedule dengan protokol kesehatan yang lengkap. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menjabarkan dampak dari COVID-19 terhadap proyek konstruksi, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Indikator dari Dampak Terjadinya COVID-19 pada Proyek Konstruksi *Elaborasi penelitian/artikel : Masinambow, 2020; Boy et al, 2021; Triyawan et al, 2021; Yasa, 2020; Wirawan, 2020; Wasono, 2020. 3. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan menggunakan metode pengumpulan data secara kuantitatif untuk mengetahui perbedaan dampak dari COVID-19 yang mempengaruhi kontraktor besar dan kontraktor kecil dan untuk memberikan usulan rekomendasi kebijakan di sektor finansial yang tepat. Pengumpulan data secara kuantitatif menggunakan kuesioner dengan responden penelitian yaitu pelaku kontraktor besar dan kontraktor kecil. Kuesioner yang dibagikan kepada 32 (tiga puluh dua) responden kontraktor besar dan 31 (tiga puluh satu) responden kontraktor kecil. Kuesioner akan dikelompokan menjadi 3(tiga) bagian permasalahan yaitu keterlambatan proyek, penurunan jumlah proyek, dan pembengkakan biaya proyek. Masing-masing bagian kuesioner memiliki jumlah butir pertanyaan yang berbeda. Setelah mendapatkan data dari responden, maka untuk selanjutnya dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas untuk mengetahui kelayakan dari kuesioner yang dibagikan menggunakan bantuan program statistik. Setelah melakukan uji validitas dan uji reliabilitas dan kuesioner dianggap valid, selanjutnya adalah mencari nilai mean atau nilai rata- rata pada setiap butir pertanyaan. Nilai mean digunakan untuk mengetahui urutan dari permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh kontraktor besar dan kecil. Setelah mengetahui nilai mean setiap pertanyaan, maka dibubuhkan ranking disetiap butir pertanyaan sesuai dengan nilai mean yang sudah didapat. Setelah mencari nilai mean dan ranking prioritas pada setiap butir kuesioner dan klasifikasi kontraktor, penelitian dilanjutkan dengan menganalisis T-Test untuk mengetahui hasil uji beda pada setiap butir kuesioner. Hal ini dilakukan untuk menemukan butir kuesioner mana yang memiliki perbedaan pendapat antara kontraktor besar dan kontraktor kecil. 4. ANALISIS DATA Hasil kuesioner yang telah dibagikan kepada 32 (tiga puluh dua) responder dari kontraktor besar dan 31 (tiga puluh satu) responder dari kontraktor kecil, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1. Data telah teruji validitas dan reliabelitasnya. Gambar 1. Komposisi Responden Kontraktor Besar dan Kecil Hasil dari kuesioner tentang faktor penurunan jumlah proyek memiliki jawaban yang hampir seragam, sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 2. Jawaban didominasi ‘sangat setuju’ dan ‘setuju’ untuk ketiga indikator pertanyaan. Baik kontraktor besar dan kontraktor kecil memiliki masalah yang sama terkecuali untuk pertanyaan A.1 yaitu “Terdapat penundaan pelaksanaan proyek yang belum dimulai pada saat pandemi COVID-19”. Dari indikator ini dapat disimpulkan kontraktor kecil memiliki beberapa masalah tentang penundaan pelaksanaan proyek yang belum dimulai pada saat pandemi COVID-19. Kemungkinan yang bisa terjadi karena adanya proyek kecil yang lebih melakukan pekerjaan renovasi atau pekerjaan tambahan di lingkungan perumahan warga. Warga menolak pembangunan sejumlah tempat untuk mempertahankan keamanan penduduknya dari virus tidak bisa dipaksakan oleh kontraktor karena adanya Pasal 29 dan Pasal 38 Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi yang memberi peluang kepada penduduk untuk mengajukan gugatan apabila ada konstruksi yang meresahkan penduduk sekitar. Gambar 2. Hasil Kuesioner untuk Faktor Penurunan Jumlah Proyek Hasil dari kuesioner tentang faktor keterlambatan proyek memiliki jawaban yang hampir seragam, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3. Jawaban didominasi ‘sangat setuju’ dan ‘setuju’ untuk kesebelas indikator, namun untuk kontraktor kecil memiliki perbedaan pendapat pada variabel “Terdapat penggantian material yang bersifat impor karena keterbatasan akomodasi pada masa pandemi COVID-19”, “Terdapat keterlambatan ketersediaan material yang berasal dari luar kota karena adanya penerapan PSBB di kota-kota besar saat pandemi”, dan “Terbatasnya ketersediaan peralatan alat berat karena keterbatasan suku cadang yang harus diimpor dari luar negeri pada masa pandemi COVID-19”. Untuk variabel “Terdapat penggantian material yang bersifat import karena keterbatasan akomodasi pada masa pandemi COVID-19” pada kontraktor kecil memiliki masalah karena kontraktor kecil sedikit yang melakukan material import. Material import dianggap mahal karena beberapa material sudah lebih modern. Selain itu pandemi COVID-19 juga mewajibkan kontraktor untuk lebih melakukan penghematan agar tetap bisa melakukan kegiatan konstruksi dengan cara memaksimalkan material lokal disekitar lokasi konstruksi. Untuk variabel “Terdapat keterlambatan ketersediaan material yang berasal dari luar kota karena adanya penerapan PSBB di kota-kota besar saat pandemi” pada kontraktor kecil memiliki masalah karena terdapat pembatasan-pembatasan di setiap kota yang tidak bisa melakukan pengantaran material. Berbeda dengan kontraktor besar yang sudah siap dengan material yang ada karena aset yang cukup jauh berbeda jumlahnya. Untuk variabel “Terbatasnya ketersediaan peralatan alat berat karena keterbatasan suku cadang yang harus diimpor dari luar negeri pada masa pandemi COVID-19”, kontraktor kecil tidak setuju karena penggunaan alat berat jarang digunakan karena mayoritas tugas kontraktor kecil hanya melakukan pekerjaan renovasi dan pekerjaan tambahan. Suku cadang yang harus diimpor juga cukup menyulitkan kontraktor karena biaya yang sangat terbatas dan harus dialihkan untuk melakukan protokol kesehatan para pekerja. Gambar 3. Hasil Kuesioner untuk Faktor Keterlambatan Proyek Hasil dari kuesioner tentang faktor keterlambatan proyek memiliki jawaban yang hampir seragam, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4. Jawaban didominasi ‘sangat setuju’ dan ‘setuju’ untuk kedelapan indikator, namun terdapat sedikit perbedaan pada variabel “Terdapat keterlambatan pembayaran kepada kontraktor selama pandemi COVID-19”. Pada kontraktor besar, beberapa pembayaran dari owner kepada kontraktor dinilai tepat waktu. Hal ini bisa menunjukan kuatnya kontrak antara pihak owner dan kontraktor karena masa pandemi tidak sepenuhnya terjadi keterlambatan pembayaran fee. Pada kontraktor kecil, ada pembayaran yang tepat waktu karena biaya yang dibutuhkan oleh owner juga tidak memberikan beban biaya yang besar. Gambar 4. Hasil Kuesioner untuk Faktor Pembengkakan Biaya Proyek Hasil Analisis Mean dan Ranking Analisis mean digunakan untuk menyusun ranking pada setiap indikator pertanyaan. Pada hasil analisis mean tersebut, kontraktor besar memiliki hasil mean yang cukup seragam, sedangkan pada kontraktor kecil memiliki hasil yang cukup variatif. Setelah menghitung nilai mean akan dilakukan pengurutan ranking untuk menentukan variabel yang paling mempengaruhi kedua kontraktor. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 2. Kontraktor Besar Pada kontraktor besar, indikator yang paling berdampak pada kegiatan konstruksi adalah penundaan pelaksanaan proyek yang belum dimulai pada saat pandemi COVID-19. Hal ini bisa diakibatkan oleh pemberlakukan PSBB yang mewajibkan seluruh kegiatan konstruksi dihentikan sementara pada tahun 2020 (Yasa, 2020). Selain itu dimasa awal pandemi juga negara masih memerlukan adaptasi untuk menentukan protokol kesehatan yang baik dan benar untuk mengurangi angka penyebaran virus COVID-19. Indikator yang cukup berpengaruh selanjutnya adalah penghentian sementara disaat konstruksi sudah berlangsung. Penghentian sementara ini juga dimaksudkan untuk mencegah angka penyebaran virus. Menurut Instruksi Menteri PUPR No. 02 Tahun 2020 Tentang Protokol Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19), Perlindungan terhadap penyelenggaraan jasa konstruksi yang
no reviews yet
Please Login to review.